Status Gunung Burni Telong Naik Jadi Waspada, Ini Penjelasan PVMBG dan Imbauan untuk Warga Aceh
sehatmu.com – Aktivitas vulkanik Gunung Burni Telong yang terletak di Kabupaten Bener Meriah, Aceh, kembali menarik perhatian publik. Pada 3 Agustus 2025, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) resmi menaikkan status gunung ini dari Normal (Level I) menjadi Waspada (Level II). Keputusan tersebut diambil menyusul peningkatan signifikan dalam aktivitas seismik dan pengamatan visual di sekitar area kawah utama.
Naiknya status ini membuat Gunung Burni Telong masuk dalam daftar gunung api aktif yang sedang dalam pengawasan intensif di Indonesia. Warga yang tinggal di radius 3 km dari puncak gunung kini diminta meningkatkan kewaspadaan, meskipun belum ada tanda-tanda letusan besar dalam waktu dekat.
Perubahan status ini menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat. Apa saja indikasi yang membuat statusnya berubah? Bagaimana potensi bahayanya ke depan? Dan langkah apa yang bisa dilakukan warga agar tetap aman? Berikut pembahasan lengkapnya.
Aktivitas Seismik Gunung Burni Telong Mulai Meningkat
Dalam laporan resmi PVMBG, peningkatan aktivitas Gunung Burni Telong terdeteksi sejak akhir Juli 2025. Beberapa parameter yang diamati menunjukkan anomali, khususnya dari sisi gempa vulkanik dalam (VA) dan gempa vulkanik dangkal (VB). Frekuensi gempa-gempa ini tercatat naik hampir dua kali lipat dibanding bulan sebelumnya.
Gempa vulkanik yang terekam di bawah tubuh gunung mengindikasikan adanya pergerakan fluida magma. Selain itu, beberapa titik panas (hotspot) juga mulai terdeteksi menggunakan pemantauan citra satelit. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan dari dalam tubuh gunung, meski belum sampai tahap kritis.
Para petugas pos pengamatan Gunung Burni Telong yang berada di Kampung Rembune, Kecamatan Timang Gajah, juga melaporkan munculnya suara gemuruh kecil yang kerap terdengar dari arah kawah. Meski belum terlihat letusan, kondisi ini cukup menjadi alarm dini yang harus diperhatikan.
Gunung Burni Telong, Profil Singkat Gunung Api Aktif di Aceh
Gunung Burni Telong adalah salah satu dari 127 gunung api aktif di Indonesia yang berada dalam pengawasan PVMBG. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 2.600 meter di atas permukaan laut dan dikenal sebagai gunung bertipe stratovolcano. Karakteristiknya mirip dengan gunung api tinggi lain seperti Sinabung atau Merapi, yakni bisa meletus eksplosif dengan lontaran material pijar.
Secara historis, Gunung Burni Telong belum memiliki catatan letusan besar dalam beberapa dekade terakhir. Namun, statusnya sebagai gunung aktif tetap membuatnya jadi perhatian. Terlebih, kawasan sekitarnya cukup padat penduduk dan memiliki aktivitas pertanian yang aktif.
Dalam kondisi normal, gunung ini bahkan kerap dijadikan jalur pendakian dan wisata alam karena pemandangan kawahnya yang eksotis. Tapi dengan berubahnya status menjadi waspada, seluruh kegiatan pendakian saat ini dihentikan hingga ada pengumuman lebih lanjut dari otoritas terkait.
Imbauan Resmi PVMBG dan Langkah Mitigasi Awal
Dengan meningkatnya status Gunung Burni Telong menjadi Waspada, PVMBG mengeluarkan sejumlah imbauan penting kepada masyarakat:
-
Menghindari area dalam radius 3 km dari puncak kawah aktif.
Warga diminta untuk tidak melakukan aktivitas apapun, termasuk pertanian atau perburuan, di area ini karena berpotensi terdampak lontaran material. -
Menjaga jalur evakuasi tetap terbuka dan tidak terhalang.
Pemerintah daerah diminta memastikan semua jalur keluar-masuk desa di sekitar gunung dalam kondisi baik dan bisa digunakan sewaktu-waktu. -
Melaporkan setiap perubahan kondisi alam.
Jika warga melihat munculnya asap putih pekat, perubahan warna air, atau mendengar gemuruh yang tidak biasa, diminta segera melapor ke pos pengamatan atau BPBD setempat. -
Menyiapkan tas siaga bencana.
BPBD Bener Meriah juga mulai menyosialisasikan agar setiap keluarga memiliki tas darurat berisi kebutuhan pokok, masker, dokumen penting, dan senter.
Langkah mitigasi ini dilakukan bukan karena letusan pasti akan terjadi, tapi agar masyarakat tetap siap jika situasi berubah dengan cepat. Protokol ini sudah sesuai dengan SOP penanggulangan bencana gunung api dari BNPB dan Kementerian ESDM.
Potensi Dampak Jika Gunung Meletus
Seandainya aktivitas Gunung Burni Telong terus meningkat hingga mencapai status Siaga (Level III) atau bahkan Awas (Level IV), maka potensi dampaknya bisa mencakup:
-
Lontaran batu pijar dan abu vulkanik yang dapat menjangkau beberapa kilometer dari kawah
-
Gangguan pernapasan akibat paparan abu vulkanik, terutama bagi lansia dan anak-anak
-
Kerusakan lahan pertanian di lereng gunung akibat panas dan abu
-
Gangguan transportasi udara, terutama bagi rute pesawat kecil atau drone pengangkut logistik di wilayah pegunungan Aceh
Meski skenario tersebut masih tergolong jauh, pemerintah tetap menyiapkan skema evakuasi dan logistik bila dibutuhkan. Saat ini, fokus utama adalah pemantauan terus-menerus dan sosialisasi kepada masyarakat.
Reaksi Warga dan Pemerintah Daerah
Warga di sekitar lereng Burni Telong menunjukkan sikap cukup tenang namun waspada. Beberapa menyatakan mereka sudah biasa dengan kondisi seperti ini dan tahu apa yang harus dilakukan. Namun tetap saja, kabar kenaikan status gunung membuat sebagian masyarakat mengurangi aktivitas malam hari di ladang dan memilih berada lebih dekat dengan rumah.
Pemerintah Kabupaten Bener Meriah langsung menindaklanjuti laporan dari PVMBG dengan membentuk Posko Siaga Gunung Api. Posko ini berada tidak jauh dari Pos Pengamatan dan berfungsi sebagai pusat koordinasi informasi, logistik, serta jalur komunikasi cepat antara warga dan petugas.
Sementara itu, Dinas Kesehatan setempat juga mulai mendistribusikan masker dan obat-obatan untuk gangguan saluran pernapasan. Beberapa sekolah dasar yang berada dalam radius 5 km pun mulai melakukan simulasi evakuasi sebagai langkah antisipasi.
Pentingnya Edukasi Bencana Gunung Api di Daerah Rawan
Meningkatkan Literasi Risiko untuk Masa Depan yang Lebih Aman
Perubahan status Gunung Burni Telong menjadi waspada seharusnya tidak hanya dilihat sebagai peristiwa sementara, tapi juga jadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat soal pentingnya mitigasi bencana.
Edukasi tentang gunung api, jalur evakuasi, tanda-tanda alam, serta etika bermukim di sekitar zona rawan harus diperkuat, khususnya di kalangan muda dan komunitas adat lokal. Sekolah-sekolah bisa dilibatkan dalam program simulasi dan integrasi kurikulum kebencanaan agar generasi berikutnya lebih siap menghadapi risiko alam.
Kondisi ini juga menjadi pengingat bahwa Indonesia berada di zona Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) dan memiliki risiko geologis yang tinggi. Karenanya, kesiapsiagaan bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama.