Kebangkitan Wisata Ekologi di Indonesia 2025: Pariwisata Ramah Lingkungan Jadi Gaya Baru

wisata ekologi

Kebangkitan Wisata Ekologi di Indonesia 2025: Pariwisata Ramah Lingkungan Jadi Gaya Baru

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia. Ribuan pulau, hutan tropis, gunung berapi, dan terumbu karang menjadikan negeri ini surga wisata alam. Namun selama bertahun-tahun, pariwisata massal yang tak terkendali menimbulkan kerusakan lingkungan: sampah menumpuk, hutan gundul, polusi laut, dan gangguan satwa liar.

Tahun 2025 menjadi titik balik ketika masyarakat dan pemerintah mulai menyadari bahwa pariwisata harus beralih ke model ramah lingkungan atau wisata ekologi (ecotourism). Konsep ini menekankan konservasi alam, pemberdayaan masyarakat lokal, dan edukasi lingkungan kepada wisatawan.

Artikel ini membahas secara mendalam kebangkitan wisata ekologi di Indonesia tahun 2025 — penyebab tren ini meledak, destinasi favorit, strategi keberlanjutan, dampak ekonomi dan sosial, serta tantangan besar yang harus diatasi agar ekowisata benar-benar membawa manfaat jangka panjang.


Latar Belakang Kebangkitan Wisata Ekologi

Beberapa faktor utama mendorong lonjakan minat wisata ekologi:

1. Krisis lingkungan akibat overtourism
Destinasi populer seperti Bali, Raja Ampat, dan Labuan Bajo mengalami degradasi parah akibat wisata massal. Ini memicu kesadaran bahwa pariwisata harus dikelola agar tidak merusak alam.

2. Pergeseran nilai wisatawan muda
Generasi Z dan milenial kini mencari pengalaman otentik, alami, dan bermakna, bukan sekadar berfoto di tempat ramai. Mereka lebih peduli dampak lingkungan dari liburan mereka.

3. Dorongan regulasi pemerintah
Sejak 2023, Kemenparekraf mengeluarkan Rencana Induk Ekowisata Nasional yang mendorong pengembangan destinasi berbasis konservasi dan masyarakat.

4. Dampak pandemi COVID-19
Pandemi membuat wisatawan mencari destinasi terbuka, jauh dari keramaian, dan sehat — yang identik dengan wisata alam dan ekologi.

5. Tren global sustainability
Pasar internasional menuntut destinasi ramah lingkungan. Tour operator global hanya mau bekerja sama dengan destinasi bersertifikat hijau.

Gabungan faktor ini menciptakan pergeseran besar dari mass tourism ke sustainable tourism.


Konsep dan Prinsip Wisata Ekologi

Wisata ekologi (ecotourism) bukan sekadar jalan-jalan ke alam, tetapi memiliki prinsip khusus:

  • Konservasi lingkungan & keanekaragaman hayati

  • Pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal

  • Pendidikan lingkungan untuk wisatawan

  • Minim jejak karbon & limbah

  • Menjaga budaya lokal dan kearifan tradisional

  • Partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan

Artinya, ekowisata menekankan manfaat timbal balik: wisatawan mendapat pengalaman, alam tetap lestari, dan masyarakat lokal sejahtera.


Destinasi Wisata Ekologi Favorit di Indonesia 2025

Beberapa destinasi unggulan yang berkembang pesat:

1. Taman Nasional Komodo (NTT)
Pemerintah membatasi jumlah wisatawan harian, menerapkan tiket konservasi, dan membangun pusat edukasi satwa liar. Pendapatan masuk langsung untuk konservasi komodo dan pemberdayaan warga Pulau Komodo.

2. Taman Nasional Way Kambas (Lampung)
Salah satu pusat konservasi gajah terbaik Asia. Wisatawan bisa ikut patroli gajah, belajar konservasi, dan tinggal di homestay desa sekitar taman.

3. Raja Ampat (Papua Barat Daya)
Diterapkan kuota kapal wisata, larangan plastik, dan sistem tiket konservasi laut. Komunitas lokal mengelola dive center dan homestay berbasis masyarakat.

4. Taman Nasional Gunung Leuser (Sumatra Utara & Aceh)
Ekowisata jelajah hutan untuk melihat orangutan liar. Pemandu lokal dilatih konservasi, dan sebagian tiket masuk untuk patroli anti perburuan.

5. Desa Wisata Ekologi Nglanggeran (DIY)
Dikelola masyarakat, fokus pada pelestarian gunung api purba, pertanian organik, dan budaya lokal. Menjadi model ekowisata desa terbaik Asia Tenggara.

6. Wakatobi (Sulawesi Tenggara)
Memiliki marine protected area, ekowisata snorkeling & diving dikelola koperasi nelayan setempat, dan menerapkan zonasi ketat untuk menjaga terumbu karang.

Destinasi ini membuktikan bahwa konservasi dan ekonomi bisa berjalan bersama.


Strategi Penerapan Ekowisata

Banyak destinasi menerapkan strategi khusus agar ekowisata berjalan berkelanjutan:

  • Carrying capacity: membatasi jumlah pengunjung per hari agar ekosistem tidak rusak.

  • Sertifikasi hijau (eco-label) untuk homestay, hotel, dan operator wisata yang ramah lingkungan.

  • Pelatihan pemandu lokal agar bisa memberi edukasi konservasi ke wisatawan.

  • Zonasi kawasan wisata agar ada area konservasi inti yang tidak boleh dimasuki pengunjung.

  • Pengelolaan sampah terpadu & zero plastic policy di destinasi.

  • Penggunaan energi terbarukan seperti panel surya untuk fasilitas wisata.

  • Integrasi budaya lokal seperti kesenian, upacara adat, dan kuliner tradisional dalam paket wisata.

Dengan strategi ini, ekowisata tidak hanya menjaga alam, tapi juga melestarikan budaya dan memberi penghasilan adil ke masyarakat lokal.


Dampak Ekonomi Wisata Ekologi

Ekowisata menciptakan banyak manfaat ekonomi berkelanjutan:

  • Pendapatan stabil bagi masyarakat lokal lewat homestay, pemandu, kuliner, dan kerajinan tangan.

  • Mengurangi ketergantungan pada industri ekstraktif seperti tambang dan pembalakan.

  • Memicu lahirnya usaha mikro kreatif di desa (kafe, penyewaan sepeda, studio fotografi alam).

  • Meningkatkan nilai jual produk lokal karena wisatawan mencari pengalaman autentik.

  • Meningkatkan PAD daerah lewat tiket konservasi, pajak homestay, dan retribusi wisata.

Ekowisata menciptakan model ekonomi yang tidak musiman, tidak merusak alam, dan berbasis komunitas.


Dampak Sosial dan Budaya

Selain ekonomi, ekowisata membawa perubahan sosial:

  • Meningkatkan rasa bangga masyarakat terhadap alam dan budaya lokal.

  • Mengurangi urbanisasi karena anak muda punya peluang kerja di desa wisata.

  • Menghidupkan kembali tradisi lokal yang jadi daya tarik wisata.

  • Memperkuat partisipasi perempuan karena banyak perempuan menjadi pengelola homestay dan pemandu budaya.

  • Meningkatkan kesadaran lingkungan wisatawan lewat edukasi langsung di lapangan.

Ekowisata menjadikan desa bukan objek wisata pasif, tapi subjek aktif pembangunan berkelanjutan.


Peran Pemerintah dan Lembaga Pendukung

Pemerintah dan lembaga non-pemerintah mendukung ekowisata lewat:

  • Rencana Induk Ekowisata Nasional 2023–2035 oleh Kemenparekraf.

  • Dana hibah desa wisata hijau untuk pembangunan infrastruktur ramah lingkungan.

  • Program CHSE (Clean, Health, Safety, Environment) untuk sertifikasi fasilitas wisata.

  • Pendampingan LSM konservasi seperti WWF, TNC, dan WCS dalam pengelolaan kawasan.

  • Pelatihan green hospitality untuk pelaku homestay, restoran, dan tour operator.

  • Promosi digital besar-besaran lewat platform Wonderful Indonesia untuk menarik wisatawan internasional.

Sinergi ini mempercepat transformasi destinasi biasa menjadi destinasi ekowisata berkualitas dunia.


Tantangan Besar Ekowisata di Indonesia

Meski berkembang pesat, ekowisata menghadapi banyak tantangan:

1. Biaya operasional tinggi
Menjaga konservasi butuh dana besar (patroli hutan, pengelolaan sampah, pelatihan SDM) sehingga banyak destinasi kesulitan bertahan.

2. Kurangnya SDM terlatih
Pemandu, pengelola, dan staf hotel sering belum memahami prinsip ekowisata.

3. Ancaman komersialisasi berlebihan
Beberapa destinasi terlalu mengejar keuntungan hingga merusak daya dukung lingkungan.

4. Lemahnya penegakan hukum lingkungan
Masih ada pembalakan liar, penangkapan satwa, dan pembangunan ilegal di kawasan konservasi.

5. Minimnya koordinasi antarinstansi
Pengelolaan kawasan sering tumpang tindih antara kementerian, pemerintah daerah, dan desa.

Tantangan ini harus diatasi agar ekowisata tidak berubah menjadi “mass tourism berbungkus hijau” semata.


Masa Depan Wisata Ekologi di Indonesia

Melihat tren 2025, masa depan ekowisata Indonesia sangat cerah:

  • Menjadi destinasi ekowisata utama Asia Pasifik pada 2030.

  • Setiap provinsi memiliki kawasan wisata ramah lingkungan unggulan.

  • Wisatawan internasional datang bukan hanya untuk pantai, tapi untuk pengalaman konservasi.

  • Ekowisata menjadi strategi utama pengentasan kemiskinan desa.

  • Ekosistem pariwisata Indonesia sepenuhnya berbasis prinsip keberlanjutan.

Ekowisata berpotensi menjadi arus utama pariwisata nasional, menggantikan model wisata massal eksploitatif.


Kesimpulan

Ekowisata Jadi Pilar Baru Pariwisata Indonesia
Wisata berbasis alam, konservasi, dan masyarakat lokal menjadikan pariwisata lebih lestari, inklusif, dan bermanfaat jangka panjang.

Tapi Harus Dijaga dari Komersialisasi Berlebihan
Tanpa pengawasan ketat, ekowisata bisa berubah jadi wisata massal biasa yang merusak alam. Diperlukan regulasi kuat, SDM terlatih, dan partisipasi aktif masyarakat lokal.


Referensi